Indonesia dan Rusia saat ini sedang mempererat hubungan bilateral melalui sejumlah kerja sama strategis, salah satunya yang paling menyita perhatian dunia adalah rencana pembangunan pelabuhan antariksa (spaceport) di Pulau Biak, Papua. Inisiatif ini menandai arah baru dalam diplomasi luar negeri Indonesia, yang tidak hanya fokus pada kerja sama dagang dan pertahanan, tetapi juga pada eksplorasi teknologi tingkat tinggi seperti antariksa dan energi nuklir.
Kunjungan Prabowo dan Arah Baru Diplomasi Indonesia
Presiden Prabowo Subianto memilih absen dari KTT G7 di Kanada pada pertengahan Juni 2025 demi menghadiri pertemuan situs slot deposit 5000 langsung dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, di St. Petersburg. Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin membahas empat pilar kerja sama:
-
Pembangunan spaceport di Biak untuk peluncuran roket Soyuz dengan misi sipil.
-
Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) melalui kerja sama dengan Rosatom.
-
Modernisasi alutsista dan pengembangan sistem drone militer.
-
Penguatan kerja sama olahraga dan diplomasi budaya.
Deklarasi yang ditandatangani secara resmi menandai peningkatan status hubungan bilateral menjadi “kemitraan strategis.”
Proyek Spaceport di Pulau Biak
Pulau Biak dipilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan garis khatulistiwa, membuatnya ideal untuk peluncuran satelit dan roket berat. Lokasi ini memungkinkan efisiensi bahan bakar serta peluncuran orbit rendah bumi yang lebih ekonomis.
Rencana pengembangan fasilitas spaceport mencakup:
-
Landasan peluncuran roket Soyuz berbasis darat.
-
Sistem kontrol dan pelacakan satelit.
-
Pusat data dan operasional roket.
-
Pelatihan SDM lokal untuk teknologi luar angkasa.
Spaceport Biak sebenarnya bukan gagasan baru. Sejak 2006, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN, kini BRIN) sudah menjajaki potensi kerja sama dengan Roscosmos. Namun proyek ini kembali aktif di bawah pemerintahan Prabowo dengan dukungan politis dan ekonomi yang lebih kuat
Kekhawatiran Australia dan Isu Keamanan Regional
Australia menyampaikan kekhawatiran bahwa spaceport di Biak dapat digunakan untuk kepentingan militer Rusia. Pemerintah Australia mempertanyakan apakah fasilitas ini bisa menjadi bagian dari perluasan pengaruh militer Moskow di Asia-Pasifik, terlebih ketika ketegangan global tengah meningkat antara blok Barat dan Timur.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, menegaskan bahwa:
-
Tidak ada unsur militer dalam proyek spaceport tersebut.
-
Fasilitas ini murni untuk kepentingan sipil, sains, dan ekonomi.
-
Indonesia tetap berpegang pada prinsip politik bebas aktif dan tidak terlibat dalam aliansi pertahanan mana pun.
Meski begitu, isu ini memunculkan dinamika diplomatik baru di kawasan, karena negara tetangga seperti Australia dan Amerika Serikat mulai memperhatikan lebih serius arah kebijakan luar negeri Indonesia.
Dampak Strategis dan Ekonomi
Proyek spaceport dan kerja sama antariksa ini membuka sejumlah peluang bagi Indonesia:
-
Transfer teknologi dari Rusia ke ilmuwan dan teknisi Indonesia.
-
Peluang bagi industri satelit dan telekomunikasi dalam negeri.
-
Peningkatan prestise Indonesia dalam percaturan antariksa global.
-
Potensi pengembangan ekonomi lokal di Biak, termasuk pariwisata dan infrastruktur.
Namun, tantangan juga besar, termasuk soal pendanaan, kesiapan infrastruktur, dan ketegangan diplomatik yang mungkin muncul dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Jepang, Amerika, dan negara ASEAN lainnya.
Kesimpulan
BACA JUGA: Presiden Prabowo Tegaskan Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia
Hubungan Indonesia dan Rusia kini memasuki babak baru yang lebih erat dan strategis. Pembangunan spaceport di Biak menjadi simbol ambisi teknologi dan geopolitik Indonesia yang ingin berperan lebih besar dalam dunia sains dan keamanan global. Meski menuai sorotan dari negara tetangga, pemerintah Indonesia menegaskan komitmen bahwa kerja sama ini akan dikelola secara damai, transparan, dan sesuai hukum internasional. Bagi Indonesia, ini bukan sekadar proyek peluncuran roket—tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk menjadi negara berdaulat secara teknologi dan kuat secara diplomatik.